Minggu, 06 November 2011

Hikmah Idul Adha


Naskah Khutbah Idul Adha 1432 H:
HIKMAH IDUL ADHA
MOH. TAUFICK HIDAYATTULLOH


اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
 اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
 اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ.اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْن
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Pada pagi hari yang penuh berkah ini, kita umat Islam berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Bersama-sama kita ruku’ dan sujud sebagai ujud ketaatan, ketundukan dan kepasrahan kepada Allah SWT. Alunan takbir dan tahmid kita gemakan, sebagai pernyataan dan pengakuan atas kemaha agungan Allah SWT. Takbir dan tahmid yang kita kumandangkan, adalah pengakuan, syahsisah, kesaksiaan, bahwa tidak ada yang pantas ditakuti, tidak ada yang pantas disembah, kecuali Allah SWT.
Oleh karena itu, melalui mimbar ini, saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian; Mari kita sempurnakan ketawqaan kita kepada Alloh SWT. Mari tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan, dan kesombongan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Apapun pangkat dan kebesaran yang kita sandang, sesungguhnya kita kecil di hadapan Allah. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita di depan manusia, sungguh tiada daya di hadapan Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Kemarin, sejak tergelincirnya mata hari pada tanggal 9 Dzulhijjah (hari Arofah) sampai terbit fajar hari Nahar tanggal 10 Dzulhijjah ini, jutaan umat Islam se-Dunia, berkumpul di Arofah, tengah menunaikan rukun haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian yang sama, serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, persamaan tatanan nilai, persamaan dalam segala segi bidang kehidupan, persamaan hak dan persamaan kewajiban sebagai hamba Alloh.
Semua larut dalam kebersamaan dan universalitas uluhiyyah, berangkat dari panggilan hati dan semangat penghambaan kepada Tuhan yang sama, seraya mengumandangkan seruan yang sama :
لبيك اللهم لبيك لبيك لاشريك لك لبيك ان الحمد والنعمة لك والملك لاشريك لك
Aku datang memenuhi panggilanMu ya Alloh, aku datang memenuhi Panggilan Mu, tidak ada sekutu bagiMu, aku datang memenuhi panggilanMu, sesungguhnya segala puji, ni’mat dan segenap kekuasaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu.
Karena kebersamaan Idul Adkha dengan peristiwa haji itulah, maka Yaumu ‘Idul Adkha sering disebut dengan Hari Raya Haji.
Disamping dinamakan hari raya haji, Idul Adha juga disebut Yaumu Nahr, hari penyembelihan atau ’Iedul Qurban, karena pada hari itu, terjadi peristiwa besar dalam sejarah ketauhidan, yakni peristiwa penyembelihan Ismail AS oleh Ibrahim AS, atas perintah Alloh SWT, sebagai ujian atas ketaqwaan dan kecintaan sang khalil, Rosul pilihan, Ibrahim AS, kepada Alloh SWT., dan kemudian oleh Alloh SWT, Ismail AS diganti dengan seekor kambing, sehingga umat Islam disyariatkan untuk melakukan ibadah qurban, yakni memotong binatang ternak, baik kambing, sapi, atau unta, untuk dibagikan kepada sesama, sebagai ketegasan sikap, bahwa kesempurnaan keIslaman kita, tidak hanya terletak pada kualitas ketulusan penghambaan kepada Alloh, tetapi juga kerelaan berbagi kapada sesama.
Sungguh tiada habisnya menceritakan peristiwa besar itu, dan sangat relevan kalau kejadian tersebut dikemukakan kembali untuk menggugah kesadaran kita akan makna penghambaan, kecintaan dan pengorbanan, mengingat kian menipisnya kesadaran dalam hati masing-masing kita untuk berkorban bagi sesama.
Pengorbanan demi pengorbanan yang ditunjukkan Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya, adalah teladan paripurna atas tumbuhnya ketulusan tak bertepi, serta totalitas kepasrahan akan kemahakuasaan robbul jalil, menjadi titian sejarah yang tak pernah lekang oleh zaman, tercatat dengan pena emas dalam lembar sejarah kehidupan manusia.
Haji dan Qurban, adalah dua peristiwa besar dalam lembar catatan pengesaan Tuhan, risalaatut taukhid, yang kesemuanya merupakan napak tilas dari sejarah kehidupan keluarga agung, keluarga Ibrahim AS.

اللهُ اَكْبَرْ (×3)لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah.
Pengorbanan besar Nabi Ibrahim yang patut dikenang antara lain, masa ketika beliau dalam puncak kebahagiaan, karena baru saja dikaruniai anak, Ismail AS, setelah sekian lama berkeluarga dan tidak memiliki satupun anak, Alloh SWT memerintahkan Ibrahim AS untuk ‘membuang’ anak dan istrinya ke lembah tandus, gersang, dan tak berpenghuni.
Sungguh perintah yang sangat berat dilaksanakan, namun karna kesempurnaan pengabdian dan ketaqwaan kepada Alloh SWT, semua itu dijalani Ibrahim AS beserta istrinya, Hajar, dan anak semata wayang yang tengah menyusu, Ismail AS dengan penuh keikhlasan dan tawakkal. Ibrahim AS, benar-benar melaksanakan perintah Alloh SWT, meninggalkan istri beserta anak yang sangat dicintainya di tempat yang tandus, gersang, dan kering kerontang, bahkan saking tandusnya, hingga tiada sejumput rumputpun yang tumbuh disekitarnya. Hanya batu-batu karang dan padang pasir gersang tak bertepi.
Maka, ketika Hajar dalam puncak kecemasan karna tiada lagi bekal hidup, tiada lagi air untuk diminum, sementara udara panas kegersangan membakar tenggorokan, hingga Ismail AS kecil terus menangis, Hajar terus berlari-lari kecil, dari Bukit Shoffa ke Marwah, dan dari puncak ke puncak, selalu dilihatnya bayangan fatamorgana, seperti air ditempa sinar matahari, namun saat didekati tidak pernah ada air yang seolah terlihat dalam pandangannya, dan tanpa kenal lelah, mengingat tangis Ismail yang tak kunjung terhenti, dengan penuh tawakkal dan pengharapan, terus saja ditempuhnya puncak Shofa – Marwah, bahkan sampai tujuh kali, dan saat Hajar nyaris didera keputus asaan, Alloh SWT menebus pengorbanan Hajar tersebut dengan memunculkan mata air pada batu yang digetarkan oleh hentakan kaki Ismail AS yang terus menangis kehausan.
Mata air yang kemudian dikenal dengan Zam-zam inilah, yang merubah Makkah sebagai daerah tandus, gersang dan tak berpenghuni, menjadi pusat persinggahan kafilah yang melintas untuk mengambil bekal air, hingga kemudian makin menjadikannya magnit atas keramaian sebuah wilayah, menjadi daerah yang subur, ramai dan hidup sepanjang waktu.
Hal itu merupakan bukti atas terkabulnya do’a Ibrahim AS, sebagaimana dapat kita lihat dalam Al-Qur’an, Surat Al-Baqoroh : 126 :
 





Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."
Beberapa saat ketika Ibrahim AS kembali ke Mekah untuk menjenguk anak dan istri yang ditinggalnya, beliaupun terhenyak oleh perubahan mencolok yang terjadi berbanding saat ditinggalkan, dan sebagai ungkapan rasa syukur, serta pengingat bagi anak turunan serta masyarakat sekitar, kemudian Nabiyullah Ibrahim AS beserta putranya, ismail AS membangun tempat peribadatan, sebagai wahana taqorrub ilalloh, Pendekatan kepada Alloh SWT, yakni baitulloh, ka’bah. Kisah keteladanan penuh makna ini dijadikan ritual utama pelaksanaan ibadah haji, sebagai napak tilas atas perjalanan tauhid untuk ditauladani oleh seluruh umat Islam.

 اللهُ اَكْبَرْ (×3)لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah.
Sebagaimana saya kemukakan di muka, bahwa Yaumu Idul Adha juga disebut dengan Yaumun Nahr, artinya Hari Pemotongan binatang ternak. Hal inipun tidak lepas dari kisah keteladanan keluarga Ibrahim AS, yakni saat Ibrahim AS diuji kesabaran dan ketabahannya dalam menjalankan perintah Alloh SWT untuk menyembelih putra semata wayang yang begitu dicintai, disayangi, dan diharapkan menjadi penerus perjuangan serta pewaris kebesaran keluarga Ibrahim yang berlimpah harta. Satu-satunya anak yang semenjak kecil hidup dalam pengasingan bersama ibunya, besar tanpa pelukan kasih sayang sang ayah, dan baru saja berkumpul, hidup bersama, kini diminta oleh Alloh, untuk disembelih dengan tangannya sendiri, sebagai persembahan dan ujian atas ketaqwaan.
Perintah penyembelihan Ismail, merupakan ujian atas ketulusan dan ketaatan Ibrahim AS yang bergelar kholilulloh, kekasih Alloh. Gelar ini membuat iri para malaikat. Maka, Alloh SWT bermaksud bermaksud menguji kecintaan Ibrahim AS kepada Alloh SWT, sekaligus memberi jawab atas keirian malaikat tersebut.
Ibrahim AS., adalah sosok pengusaha yang kaya raya. Disebutkan dalam Kitab Misykatul Anwar, bahwa kekayaanya terdiri dari puluhan ribu ekor ternak, dan suatu saat ketika Ibrahim AS ditanya oleh seseorang  Milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga.” Ungkapan inilah yang dijadikan bahan ujian ketaqwaan bagi Ibrahim AS oleh Alloh, yakni melalui mimpi agar ia menyembelih anaknya, Ismail.
Mendapat mimpi seperti ini, Ibrahim AS menyampaikan hal tersebut kepada sang anak :
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, “maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Asshaffat: 102)

Dengan bulat hati, Ibrahim AS melaksanakan perintah Alloh tersebut. Segala goda, rayu dan tipu daya iblis, baik kepada Ibrahim AS, Hajar, maupun Ismail AS., sang anak yang akan disembelih, tidak berpengaruh sedikitpun pada kebulatan tekad Ibrahim AS, Ismail AS, dan Hajar untuk melaksanakan perintah Alloh tersebut. Tiap Iblis datang menggoda, dilemparnya dengan batu agar pergi dan tidak menggangu kebulatan tekad keluarga Ibrahim tersebut. Maka dalam ibadah haji, tindakan melempar Iblis tersebut diabadikan dengan ritual melempar Jumrah.
Ibrahim AS memantapkan niatnya. Ismail AS dengan penuh tawakkal, menerimanya dengan pasrah bulat-bulat, dan ketika pisau hendak diayunkan, Alloh SWT meminta Ibrahim AS untuk menghentikan perbuatannya, dan sebagai imbalan atas keikhlasan mereka, Allah mengganti perintah menyembelih Ismail AS dengan menyembelih seekor kambing sebagai korban.
Menyaksikan semangat pengabdian dan ketulusan pengorbanan tiada terhingga dari seluruh keluarga Ibrahim AS tersebut, Malaikat Jibril mengumandangkan takbir, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim menjawab “Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian disambung oleh Nabi Ismail “Allahu Akbar Walillahil Hamdu.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Sungguh, segala kisah di muka, adalah kisah keteladanan yang semestinya kita ambil pelajaran darinya.
Dilaksanakannya perintah untuk mengasingkan anak dan istri yang baru melahirkan dan sangat dicintai, serta perintah untuk menyembelih anak semata wayang yang sangat disayangi oleh Ibrahim AS, adalah tauladan akan pentingnya jiwa ketulusan dan kepasrahan total atas apapun kehendak Alloh. Menyikapi semua yang terjadi sebagai kehendak Alloh yang memiliki nilai positif dalam kehidupan kita. Menyadari bahwa pasti ada khikmah di balik semua ketentuan Alloh tersebut. Dengan demikian, apapun cobaan dan musibah bertubi-tubi yang menimpa kita, akan terasa ringan dirasakan, karena didasari semangat kesadaran bahwa semua adalah milik Alloh, dan semua akan kembali kepada Alloh.
Kisah Hajar dan Ismail AS mencari air, adalah pelajaran akan pentingnya bekerja keras, pantang menyerah, serta bersungguh-sungguh dalam berusaha, namun harus selalu dilandasi dengan tawakkal. Hajar, dipersonifkasikan sebagai budak belian berkulit legam, yang pada saat itu merupakan penggambaran kalangan yang tidak memiliki tempat terhormat dalam masyarakat, namun karena kegigihan, ketulusan serta kesempurnaan sikap tawakal yang dimilikinya, ia berhasil menjadi ikon sejarah, dan menjadi teladan sepanjang zaman.
Lempar jumrah, adalah pelajaran nyata akan pentingnya semangat penolakan dan peperangan terhadap iblis, yang merupakan personifikasi, symbol atas segala kejahatan. Tidak pantas, seseorang yang mengaku dirinya beragama Islam, namun masih melakukan tindakan-tindakan jahat yang merugikan orang lain.
Pelaksanaan perintah berqurban, mengajarkan kita untuk tidak menjadikan kecintaan kita kepada hal-hal yang profan, bersifat duniawi, baik itu berupa keluarga, harta benda, bahkan jiwa, adalah segala-galanya, dan menjadikannya sebagai alasan pembenar untuk berbuat dzalim dan aniaya kepada sesama. Risalah qurban adalah penegasan bahwa mengorbankan orang lain untuk dan atas nama apapun, tidak dapat dibenarkan, dan tidak boleh terjadi. Risalah qurban adalah perintah untuk memangkas sifat-sifat kebinatangan pada diri manusia.
Akhirnya, semoga Alloh SWT membukakan hati kita, hati saudara kita, hati para pemimpin kita, untuk meresapi makna kejuangan dan pengurbanan untuk menciptakan kesejahteraan bagi sesama, sehingga cita-cita untuk mewujudkan negeri yang adil dalam kemakmuran, dan makmur dalam keadilan dapat tercapai.
Mudah-mudahan perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kesadaran kita untuk rela berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.

أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ





KHUTBAH KEDUA:

اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى

وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ